Powered By Blogger

Rabu, 17 Maret 2010

revisi cerpen tak sengaja

TAK SENGAJA

Karya oleh : Marasudin Siregar

Allahu akbar, Allahu akbar. Aku mendengar azan dari musholla samping sekolahku.

Anak-anak, pelajaran cukup sekian dulu. Sekarang bisa berkemas-kemas,”ujar Pak Roni.
“Ya Pak,”kami menjawab serentak.
“Bisa disiapkan,”kata beliau.
“Siap grak, berdoa mulai,”ketua kelas menyiapkan.
Kami berdoa bersama-sama.

Ayo Kang Rega, Kita pulang!”kata Burhan.
“Halah, lagi enak nih lihat volley,” ujarku.
“Kita sudah ditunggu Mbak Qoni` tuh!”katanya.
“Yalah kita pulang”ujarku.

Aku turuni tangga kelasku. Aku lewati paving-paving di pinggir lapangan sekolah menuju tempat parkir sepedaku. Aku naiki dan kukayuh sepedaku perlahan-lahan.
“Hati-hati Gar di jalan!”ujar Kang Jas.
“Oke kang, kamu juga hati-hati.”kataku
.

Aku pulang bersama Kang Bur. Aku kayuh sepedaku dengan santai, biasa saja dan tidak kebut-kebutan. Akhirnya, sampai juga kami di persimpangan jalan antara rumahku dan Kang Bur.


“Asalamualaikum” kataku.
“Waalaikum salam” jawabnya.

Kemudian, kami berpisah di situ dan melewati jalan kami masing-masing, kerumah.

“Sendirian lagi deh!”kataku dalam hati.

Tak terasa sudah kulewati Desa Trisari, sawah-sawah dikiri kanan jalan, sungai yang mengalir didalamnya air yang sangat jernih sampai-sampai ikan yang disana kelihatan, Dukuh Ngetuk dan sampai juga di desaku.

Aku mulai melihat rumahku dari kejauhan. Aku membelokan sepedaku ke jembatan serta melewatinya. Dua tiga kayuhan aku sampai juga di rumah.

“Assalamualaikum! Bu, aku pulang” seruku dari depan rumah.
“Waalaikum salam” jawab ibu dari dalam rumah.

Kuparkirkan sepedaku di samping rumahku. Aku mulai turun dan kulangkahkan kedua kakiku memasuki rumah tercintaku. Aku lepaskan sepatu dan dua kaos kakiku. Serta ku taruh ditempatnya masing-masing. Tas juga. Kucari ibuku dan kudapatkan dia sedang memasak. Aku bersalaman dengannya. Langsung kutuju meja makan dan kubuka tutup nasi. Kulihat di sana ada ayam goreng yang masih hangat. Tak kurasa air liyurku jatuh ke seragam.

”Tes,tes,tes,”bunyi air liurku

”Apa ini kok dingin-dingin di celana”tanyaku dalam hati.

”Oh, air liur,”

Karna sangat laparnya diriku. Langsung kuambil nasi satu piring penuh. Tak lupa tempe, telur, tahu serta ayam goreng kuambil. Setelah habis, betapa kenyangnya diriku.

“Enak, enak, enak”ujarku.

Aku menuju kamar dan mengganti seragam dengan pakaian biasa. Aku tidur-tiduran di sana. Hingga rasa lelah hilag. Selang beberapa menit, kubuka mataku lebar-lebar.

“Haaa,”jam lima kataku terkejut.
“Cepat sana ambil air”,suruh ibuku.

Aku berlari menuju sungai di samping rumahku. Disana aku melihat seseorang. Aku menatapinya dan ternyata ia adalah Makmun.

“Dik, sudahkah kamu sholat?”tanya dia.
“Belum, apalagi sholat wudlupun belum”
“Setelah sholat, ayo kita bermain bola di lapangan!”aja Makmun.

Aku setuju dengan ajakannya. Aku lekas wudlu dan pulang ke rumah.

Sehabis sholat aku lekas pergi ke lapanagan. Di sana banyak sekali teman-teman yang menugguku.

“Lama banget kamu ke sini?”tanya Inul.
“Maaf, aku baru saja pulang sekolah.”jawabku.
“Ayo kita mulai pertandingan!”ajak Subur.
“Ayo…. “kami serentak menjawab.

Lapangan kami ini sangat lucu. Gawangnya ada di sebelah Timur. Sedangkan yang kedua ada di Selatan.

Timku ada 8 orang. Aku, Makmun dan Soni sebagai penyerang. Aku di sayap kanan, Soni di sayap kiri dan Makmun di tengah. Pahrul jadi bek, dan Subur jadi kipper.

“Tit,tit,tit!”bunyi peluit ditiup oleh wasit.
“Ayo uperkan!”ujarku.

Kami melakukan uperan. Kami langsung menempatkan posisi masing-masing. Sayang, aku tak mendapatkan bola sama sekali waktu itu. Kesabaranku habis. Berlari kesana tidak dapat bola. Berlari ke sini juga sama.
”Kalau begini terus, se-tahun aku tak-kan dapat bola.!”kataku
Aku putuskan untuk merebut bola sendiri. Tapi kalau yang membawa bola timku sediri ya tidak kuserang.



“Ha…itu ada mangsa kuserang saja dia!”ujarku.

Aku berlari menuju dia. Kusambar saja dia mumpung sedang lengah. Kuambil bola di kakinya. Dan aku giring bola di kakiku menuju gawang. Kucoba melewati pemain lawan yang menyerangku. Akhirnya, tinggal aku dan si-kiper yang menjaga gawangnya di depanku.

Tiba-tiba aku dengar suara “Oper sini Gar!”

Tapi tak kuperdulikan perkataannya. Terus saja bola ini aku giring. Dan aku putuskan mencetak sendiri gol kita. Aku tendang bola keras-keras. Sayang sekali, bola melenceng ke kiri dan ke luar lapangan.

“Syukurin, tidak gol. Hu... mandol”ejek Mukib.

Mukib dan teman-temannya menertawaiku sepuasnya. Dia mengejekku dengan menunjukkan bokongnya yang besar itu ke mukaku. Tak cukup itu, dia mengejarku dan melakukannya itu lagi. Alhasil, bom nuklirnya meledak seketika itu juga.

”Duel,”suaranya mengejutkan kami semua.

”Ooo Mukib,”seru temanku semuanya.

Aku tersipu malu mendengar ucapannya. Dalam hatiku aku bertekad akan kutunjukkan bahwa aku bisa.

Permainan dimulai kembali. Aku menyerang lawan yang sedang membawa bola. Walaupun sulit memang mengambil bola di kakinya. Tapi terus kucoba dan kucoba.
Dan kudapatkan juga bola itu.

“Trima kasihya atas bolanya!”ujarku.

Aku berlari kencang ke depan gawang. Bahkan aku di depan kipper persis. Kurang dari satu meter di depannya. Aku tendang bola keras-keras tanpa kuarah bola itu ke mana terbangnya. Kejadian besarpun terjadi. Bolanya terkena wajah si-kiper, bibirnya ndower dan lebih parahnya lagi giginya berdarah. Dia menangis.

“Maafkan aku ya! Aku tak sengaja melakukannya”kataku coba menenangkannya.
“Ha, ha, ha!”dia tetap menangis.

Sesekali kucoba menenangkannya lagi. Dan dari saat itu aku tak berani jadi penyerang.

“Jadi bek lebih baik daripada aku harus menyakiti orang lain”kataku dalam hati.

Pertandingan berakhir. Aku pulang ke rumah untuk mengambil handuk dan peralatan mandi . Aku pergi ke sungai di samping rumahku untuk membersihkan badan dari keringat.

Kejadian itu masih terpikir dalam otakku. Aku menyesal melakukannya. Tapi benar-benar aku tidak sengaja.

# # #


Kamis, 11 Maret 2010

TAK SENGAJA

Karya oleh : Marasudin Siregar

Allahu akbar, allahu akbar. Aku mendengar adzan dari musholla samping sekolahku.
“Anak-anak, pelajaran cukup sekian dulu. Sekarang bisa berkemas-kemas.”ujar Pak Roni.
“Ya pak”kami menjawab serentak.
“Bisa disiapkan.”kata beliau.
“Siap grak, berdo`a mulai”ketua kelas menyiapkan.
Kami berdo`a bersama-sama.

Ayo Kang Rega, Kita pulang”kata Burhan.
“Halah, lagi enak nih lihat volley”ujarku.
“Kita sudah ditunggu Mbak Qoni` tuh.!”katanya.
“Yalah kita pulang”ujarku.

Aku turuni tangga kelasku. Aku lewati paing-paving di pinggir lapangan sekolah menuju tempat parker sepedaku. Aku naiki dan kukayuh sepedaku perlahan-lahan.

“Hati-hati Gar di jalan”ujar Kang Jas.
“Oke kang, kamu juga hati-hati.”kataku.

Aku pulang bersama Kang Bur. Aku lewati jalan-jalan menuju rumahku. Aku kayuh sepedaku dengan santai biasa saja dan tidak kebut-kebutan. Akhirnya, sampai juga kami di persimpangan jalan antara rumahku dan kang bur.

“asalamualaikum” kataku.

“wa`alaikum salam” jawabnya.

Kemudian, kami berpisah dan melewati jalan kami masing-masing, kerumah.

“ sendirian lagi deh” kataku dalam hati.

Tak terasa sudah kulewati desa trisari, sawah-sawah dikiri kanan jalan, sungai yang mengalir didalamnya air yang sangat jernih sampai-sampai ikan yang disana kelihatan, dukuh ngetuk dan sanpai juga di desaku.

Aku mulai melihat rumahku dari kejauhan. Aku membelokan sepedaku kejembatan dan melewatinya. Dua tiga kayuhan aku sampai juga di rumah.

“assalamualaikum! Bu, aku pulang” seruku dari depan rumah.
“Waalaikum salam” jawab ibu dari dalam rumah.

Kuparkirkan sepedaku di samping rumah. . Aku mulai turun dan kulangkahkan kakiku memasuki rumah. Aku lepaskan sepatu dan dua kaos kakiku. Serta ku taruh ditempatnya. Tas juga. Kucari ibuku dan kudapatkan sedang memasak. Aku bersalaman dengannya. Langsung kutuju meja makan dan kubuka tutup nasi. Kulihat di sana ada ayam goreng yang masih hangat. Tak kurasa air liyurku jatuh karma sangat laparnya diriku. Kuambil nasi satu piring penuh. Tak lupa tempe, telur tahu serta ayam goreng kuambil. Setelah habis, betapa kenyangnya diriku..

“Enak, enak, enak”ujarku.

Aku menuju kamar dan mengganti seragam dengan pakaian biasa. Aku tidur-tiduran di kamarku.Hingga rasa lelah. selang beberapa menit ,kubuka maataku lebar-lebar dan bangun dari tidurku.

“Haaa”,jam lima kataku terkejut.

“Cepat sana ambil air”,suruh ibuku.

Aku berlari menuju sungai di samping rumahku disana akumelihat seseorang.Aku menatapinya dan ternyata ia adalah makmun.

“Dik, sudahkah kamu sholat”,Tanya dia.

“Belum,apalagi sholat wudlupun belum”

“Setelah sholat,ayo kita bermain bola din lapangan”,ajakan makmun.

Aku setuju dengan ajakannya.Aku lekas wudlu dan pulang ke rumah.

Sehabis sholat aku lekas pergi ke lapanagan. Di sana banyak sekali teman-teman yang menugguku.

“Lama banget kamu ke sini?”Tanya Inul.
“Maaf, aku baru saja pulang sekolah.”jawabku.
“Ayo kita mulai pertandingan!”ajak Subur.
“Ayo…. “Kami serentak menjawab.

Lapangan kami ini sangat lucu. Gawangnya ada di sebelah timur. Sedangkan yang kedua ada di selatan.

Timku ada 8 orang. Aku, Makmun dan Soni sebagai penyerang. Aku di sayap kanan, Soni di sayap kiri dan Makmun di tengah. Pahrul jadi bek, dan Subur jadi kipper.

“Tit,tit,tit!”bunyi peluit ditiup oleh wasit.

“Ayo uperkan!”ujarku.

Kami melakukan uperan. Kami langsung menempatkan posisin masing-masing. Sayang, aku tak mendapatkan bola sama sekali waktu itu. Kesabaranku habis. Berlari kesana tidak dapat bola. Berlari ke sini juga sama.
”Kalau begini terus, se-tahun aku tak-kan dapat bola.!”kataku
Aku putuskan untuk jadi penyerang. Tapi kalau yang membawa bola timku sediri ya tidak ku serang.


“Ha…itu ada mangsa kuserang saja dia!”ujarku.

Aku berlari menuju dia. Kusambar saja dia mumpung sedang lengah. Kuambil bola di kakinya. Dan aku giring bola di kakiku menuju gawang. Kucoba melewati pemain lawan yang menyerangku. Akhirnya, tinggal aku dan si-kiper yang menjaga gawangnya di depanku.

Tiba-tiba aku dengar suara “Oper sini Gar!”

Tapi tak kuperdulikan perkataannya. Terus saja bola ini aku giring. Dan aku putuskan mencetak sendiri gol kita. Aku tendang bola keras-keras. Sayang sekali, Bola melenceng ke kiri dan ke luar lapangan.

“Syukurin, tidak gol. Hu mandol”ejek temanku. .

Aku tersipu malu mendengar ucapannya. Dalam hatiku aku bertekad akan kutunjukkan bahwa aku bisa.

Permainan dimulai kembali. Aku menyerang lawan yang sedang membawa bola. Walaupun sulit memang mengambil bola di kakinya. Tapi terus kucoba dan kucoba..
Dan kudapatkan juga bola itu.

“Trima kasihya atas bolanya!”ujarku.

Aku berlari kencang ke depan gawang. Bahkan aku di depan kipper persis. Kurang dari satu meter di depannya. Aku tendang bola keras-keras tanpa kuarah bola itu ke mana terbangnya. Kejadian besarpun terjadi. Bolanya terkena wajah si-kiper dan lebih parahnya lagi giginya berdarah. Dia menangis.

“Maafkan aku ya! Aku tak sengajamelakukannya”kataku coba menenangkannya.

“Ha, ha, ha!”dia tetap menangis.

Sesekali kucoba menenangkannya lagi. Dan dari saat itu aku tak berani jadi penyerang.

“Jadi bek lebih baik daripada aku harus menyakiti orang lain’kataku dalam hati.

Pertandingan berakhir. Aku pulang ke rumah untuk mengambil handuk dan peralatan mandi . Aku pergi ke sungai di samping rumahku untuk membersihkan badan dari keringat.

Kejadian itu masih terpikir dalam otakku. Aku menyesal melakukannya. Tapi benar-benar aku tidak sengaja.


$ $ $